0
Upaya Hampa Natsir
Posted by Unknown
on
7:59 AM
in
sejarah kami
PERLAWANAN
Kartosoewirjo bersemai ketika Indonesia mengikat perjanjian dengan Belanda.
Perdana Menteri Amir Sjarifuddin menandatangani perjanjian di atas kapal perang
USS Renville milik Amerika Serikat pada 17 Januari 1948. Salah satu butir
kesepakatan Renville, penetapan garis Van Mook sebagai batas wilayah Indonesia
dengan Belanda. Konsekuensinya, semua tentara Indonesia harus keluar dari
wilayah Jawa Barat yang dikuasai Belanda.
Kartosoewirjo
kecewa. Bersama pasukan Sabilillah dan Hizbullah, Kartosoewirjo menolak
mengikuti jejak Divisi Siliwangi mundur ke Jawa Tengah. Dia bertekad tetap
bertahan di Jawa Barat serta terus melawan Belanda.
Melihat
ini, Perdana Menteri Mohammad Hatta menunjuk Mohammad Natsir sebagai penghubung
pemerintah-yang saat itu berdomisili di Yogyakarta-dengan Kartosoewirjo. Hatta
menganggap Natsir cukup kenal Kartosoewirjo. Selain sama-sama orang Masyumi,
Natsir dan Kartosoewirjo beberapa kali berjumpa di rumah guru Natsir, A.
Hassan, tokoh Persatuan Islam, di Bandung.
Natsir,
dalam wawancara dengan Tempo, Desember 1989, menggambarkan hubungan
Kartosoewirjo dengan pemerintah saat itu masih lumayan mesra. Berkali-kali
Kartosoewirjo datang ke Yogyakarta minta bantuan makanan atau dana bagi pasukannya.
"Bung Hatta memberikan bantuan supaya Kartosoewirjo bisa mendinginkan hati
orang-orang Jawa Barat yang merasa ditinggalkan Republik," kata Natsir.
Namun
baku tembak antara pasukan Tentara Islam dan Tentara Nasional Indonesia tak
terhindarkan. Kontak senjata pertama terjadi 25 Januari 1949 di Kampung
Antralina, Ciawi, Tasikmalaya. Pertempuran pecah akibat masing-masing pihak
mengklaim diserang lawan. Sejak itu, bara permusuhan Tentara Islam dan Tentara
Nasional Indonesia terus menyala.
Bagi
Kartosoewirjo, kekosongan kekuasaan di Jawa Barat berarti peluang mendirikan
Negara Islam. Puncaknya, pada 7 Agustus 1949, di Desa Cisampah, Kecamatan
Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Kartosoewirjo mendeklarasikan
Negara Islam Indonesia. Tanggal itu persis dengan keberangkatan Hatta ke Den
Haag, Belanda, untuk menghadiri Konferensi Meja Bundar.
Berbagai
upaya dilakukan pemerintah untuk menghentikan niat Kartosoewirjo
mendeklarasikan Negara Islam Indonesia, atau Darul Islam. Sebelum berangkat,
Hatta berpesan kepada Natsir agar berbicara dengan Kartosoewirjo. Ketika itu, 4
Agustus, Natsir menginap di Hotel Homann, Bandung. Dia menulis pesan di
selembar kertas hotel, kemudian meminta tolong A. Hassan menyampaikan ke
Kartosoewirjo. Apa daya, surat itu sampai ke tangan Kartosoewirjo tiga hari
setelah proklamasi Darul Islam. "Ya, terlambat. Itu namanya takdir
Tuhan," kata Natsir, 21 tahun lalu.
Menurut
Natsir, Kartosoewirjo dijaga ketat pengawal. Tak sembarang orang bisa bertemu.
A. Hassan pun diminta menunggu beberapa hari. Kalaupun tiba tepat waktu, tak
mudah menggeser sikap Kartosoewirjo. "Bagi dia, yang berat itu menjilat
ludah sendiri," kata Natsir.
Kartosoewirjo
terus bergerilya. Tapi hubungan Kartosoewirjo-Natsir tetap tersambung. Selama
bergerilya, paling tidak dua kali Kartosoewirjo mengirim surat rahasia kepada
Presiden Soekarno, yang ditembuskan kepada Natsir.
Surat
pertama dikirim 22 Oktober 1950, berisi pujian atas keputusan pemerintah
menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. Menurut dia, kebijakan itu
menunjukkan sikap pemerintah telah bergeser dari politik netral menjadi politik
antikomunis. Di surat berikutnya, enam bulan kemudian, Kartosoewirjo
menjanjikan dukungan kepada pemerintah melawan komunisme. "Republik
Indonesia akan mempunyai sahabat sehidup semati," katanya. Namun
Kartosoewirjo memberikan syarat: pemerintah harus mengakui Darul Islam.
Usaha
Natsir melunakkan hati sang Imam tak berhenti. Pada Juni 1950, Natsir mengutus
Wali Al-Fatah menemuinya. Ia teman lama Kartosoewirjo. Namun Kartosoewirjo
menolak bertemu. Sang Imam menyatakan hanya bersedia menerima pejabat tinggi
Indonesia, bukan utusan. Memang bukan Natsir yang menaklukkan sang Imam. Ia
peluru yang menembus dada Kartosoewirjo pada September 1962 di Teluk Jakarta.
Post a Comment