0
RENSENSI BUKU BUKAN 350 TAHUN DIJAJAH
Posted by Unknown
on
6:49 PM
in
sejarah kami
RESENSI BUKU
Negeri-negeri Merdeka
Penjajahan Belanda
selama 350 tahun hanyalah generalisasi. Sejumlah bukti menunjukkan adanya
negeri-negeri merdeka di Hindia Belanda.
SUATU ketika, ahli
hukum, sejarawan, dan penyair GJ Resink mendengar cerita seorang tua di Bali
tentang kedamaian sebelum perjuangan penuh keberanian berakhir dengan kematian
ribuan orang Bali di Badung pada 1906 dan Klungkung pada 1908. Orangtua itu juga
menyebut zaman sebelum kedatangan Belanda ketika di Bali selatan masih ada
negara-negara kecil yang merdeka dan hubungan lalulintas dengan Bali utara
masih demikian sulit.
Dari penyataan itu
Resink menangkap bahwa, “gambaran mengenai penjajahan di seluruh Indonesia
selama berabad-abad lamanya adalah sebuah generalisasi sejarah yang
dibuat-buat.”
Generalisasi tersebut
diolah berdasarkan gambaran penjajahan seluruh Jawa selama abad ke-19 yang
diperluas dengan cara pars-pro-toto menjadi penjajahan seluruh
Nusantara selama tiga abad lebih. Pandangan ini dibentuk oleh sejarawan
kolonial asal Belanda karena pemerintah kolonial di Hindia Belanda awal abad
ke-20 memerlukan pandangan demikian.
Resink sendiri
memperoleh pandangan tentang masa lalu “negeri-negeri Pribumi” di Nusantara
yang merdeka berdasarkan hukum internasional pada 1930 saat dia menjadi anggota
kelompok Stuwgroep (Pendorong) termuda dan mahasiswa muda. Lalu, sebagai
seorang ahli hukum, dia memandang tak ada yang lebih tepat untuk menghapus
gambaran itu selain dengan alat-alat buatan Belanda, yaitu perundang-undangan
dan penjelasannya.
Dia menyodorkan
Peraturan Tata Pemerintahan Hindia Belanda (Regeeringsreglement) tahun
1854. Pada pasal 44 tercantum pernyataan pemerintah tertinggi di Belanda yang
memberi wewenang kepada Gubernur Jenderal untuk mengumumkan perang dan
mengadakan perdamaian serta membuat perjanjian dengan raja-raja dan
bangsa-bangsa di Kepulauan Nusantara.
Pengakuan pemerintah
Hindia Belanda atas kedaulatan “negeri-negeri Pribumi” di Nusantara juga
ditunjukkan pada beberapa kasus di mana pengadilan dan Mahkamah Agung Hindia
Belanda tak mau mengadili warga negara dari negeri-negeri merdeka. Pada 1904,
misalnya, seorang pangeran dari Kerajaan Kutai yang melakukan perbuatan pidana
di dalam swapraja Gunung Tabur dibawa ke Pengadilan Tinggi Surabaya, tapi
ditolak Mahkamah Agung.
Sialnya, mitos
penjajahan 3,5 abad dilanggengkan buku pelajaran sejarah, baik yang diterbitkan
dan dipakai pada masa Hindia Belanda maupun Indonesia. Resink sendiri menganggap
mitos semacam ini sebagai hal lumrah. Dalam perkembangan waktu, gambaran masa
lalu itu akan menjadi lapuk, seperti ditunjukan dalam kasus kebesaran Majapahit
dan Kongsi Dagang Belanda (VOC). Dia juga mengingatkan bahwa penulisan ulang
sejarah Indonesia sudah tentu akan memunculkan mitos-mitos baru, yang bisa
dihambat oleh kemajuan dan perkembangan ilmu sejarah.
Jika bukan 3,5 abad,
lalu berapa lama Belanda menjajah Indonesia? Resink menyebut penjajahan seluruh
Nusantara berlangsung selama 40-50 tahun, dengan tetap melihat perbedaan waktu
untuk wilayah-wilayah tertentu. Dengan sendirinya, melalui karya-karyanya,
Resink hendak menghancurkan citra atau mitos yang sudah berakar itu bahwa
Hindia Belanda sejak dulu sebesar dan seluas yang dikenal saat itu.
Ada satu pandangan
Resink yang mengelitik terkait pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada
1949. “Menurut saya, di masa-masa peralihan dari bekas jajahan menjadi republik
merdeka –dalam bidang hukum internasional saat itu– banyak dari negara dan kerajaan
di Indonesia yang pernah satu jajahan di masa Hindia Belanda justru tidak
merdeka,” tulisnya dalam buku ini.
Anda
bisa tak setuju tapi sebaiknya membaca dulu argumentasi Resink dalam buku ini,
sebuah karya yang memberikan cara pandang baru terhadap sejarah Indonesia.
Sayangnya, “dialog yang tak kunjung putus” Resink ini terkadang sulit dipahami
justru oleh penerjemahan buku ini yang buruk. Beruntung ada kata pengantar
sejarawan Adrian B. Lapian yang sedikit-banyak merangkum pemikiran Resink
dengan lebih jernih.
Post a Comment